Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas secara virtual tentang percepatan penyerapan garam rakyat di Istana Merdeka, Jakarta.
Dalam rapat itu, Jokowi mengungkapkan dua masalah dalam serapan garam rakyat. Pertama, kualitas garam rakyat yang rendah sehingga tak memenuhi standar kebutuhan industri. Kedua, produktivitas garam yang rendah sehingga RI masih impor garam.
Baca Juga: Senin (5/10/2020), Kasus Positif Covid-19 Bertambah 3.622, Sembuh 4.140, Meninggal Dunia 102
"Ini harus dicarikan jalan keluarnya. Kita tahu masalah tapi tidak pernah dicarikan jalan keluarnya," kata Jokowi, Senin (5/10/2020).
Jokowi menyampaikan sebanyak 738.000 ton garam rakyat yang tak terserap industri dalam negeri per 22 September 2020.
"Ini agar dipikirkan solusinya, sehingga rakyat garamnya bisa terbeli dan yang kedua masih rendahnya produksi garam nasional kita sehingga cari yang paling gampang yaitu impor garam. Dari dulu gitu terus dan tidak pernah ada penyelesaian," ungkap Jokowi.
Lebih jauh, Jokowi menyebut kebutuhan garam nasional mencapai 4 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi garam nasional hanya mencapai 2 juta ton per tahun.
Baca Juga: Produksi, Konsumsi & Tabungan: Kunci Pahami Resesi Indonesia
"Akibatnya alokasi garam untuk kebutuhan industri masih banyak yaitu 2,9 juta ton. Saya kira langkah-langkah perbaikan harus kita kerjakan, mulai dari pembenahan besar-besaran supply chain dari hulu sampai hilir," papar Jokowi.
"Sekali lagi, pertama perhatikan ketersediaan lahan produksi. Percepat integrasi antara ekstentifikasi lahan garam rakyat yang ada di 10 provinsi ini harus betul-betul diintegrasikan dan harus ada ekstentifikasi," tegas Jokowi.
Selanjutnya, Kepala Negara mengimbau peningkatan produktivitas dan kualitas garam domestik. Untuk itu, diperlukan penggunaan inovasi teknologi untuk produksi garam.
"Terutama washing plan harus betul-betul kita kerjakan, sehingga pasca produksi itu betul-betul bisa memberikan ketersediaan terutama dalam gudang penyimpanan," tandas Jokowi. (Al-Hanaan)
Foto: Istimewa
Comments