Pandemi Covid-19 membuat perekonomian Indonesia terjun bebas. Bisnis dari berbagai sekotor mengalami kerugian, termasuk bisnis perikanan. Hal itu diungkapkan Aliansi Pangan Laut Berkelanjutan Indonesia (APLBI) yang terdiri dari Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI). Penemuan mereka menyebutkan bahwa di saat permintaan tinggi, upah yang diberikan kepada pekerja rantai pasok pangan laut masih di bawah kelayakan. Kerugian disebabkan oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Domin Dharmayanti salah satu peneliti dari APLBI menceritakan kisah seorang buruh perempuan pabrik pengalengan ikan di Muncar, Banyuwangi yang merasakan dampak menyedihkan tersebut. "Perusahaan telah melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 90 ayat 1tentang upah minimum dan pasal 78 ayat 1 tentang waktu kerja dan lembur," ujar Domin dalam sebuah webinar. Berdasarkan hasil kajian APLBI pada 9 perusahaan di Muncar, Banyuwangi, Surabaya, Sidoarjo, dan Kendari, ada 7 dari 9 perusahaan membayar upah buruhnya di bawah UMK setempat. Pada April 2020, APLBI pun melakukan kajian kondisi dan dampak pandemi Covid-19 pada pekerja di rantai pasok pangan laut di Indonesia. Dalam kajian itu, ada 23 reponden dari kluster pekerja pada bagian pengolahan ikan, nelayan tradisional, Anak Buah Kapal Tangkap Ikan, dan pekerja di tambak, yang merepresentasikan kondisi kurang lebih 3000 orang pekerja di rantai pasok oangan laut. Responden berasal dari Banyuwangi, Surabaya, Sidoarjo, Kendari, dan Lombok, Nusa Tenggara Barat. APLBI menemukan hasil yang mengejutkan yakni pekerja pada rantai pasok pangan laut, baik pekerja di sektor perusahaan pengolahan makanan hasil laut dan udang, nelayan, pelaut anak buah kapal tangkap ikan, dan petambak dari wilayah Muncar Banyuwangi, Jakarta, Surabaya, Sidoarjo, Kendari dan Lombok berada dalam kondisi yang rentan terpapar Covid-19. Tak hanya itu, para pekerja ini memperoleh hasil atau pendapatan yang jauh lebih rendah dibandingkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam rantai nilai industri pangan laut. Domin memerinci, sebanyak 2.230 atau 81,7 persen pekerja di bagian pengolahan ikan memperoleh upah jauh di bawah UMK. Perusahaan juga tidak sepenuhnya menerapkan protolol pencegahan penularan Covid-19 di lingkungan perusahaan yang menjelaskan seharusnya ada 12 item perlindungan. Rata-rata, perusahaan hanya menjalankan 7 dari 12 fasilitas yang dimandatkan dalam Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019. Ratusan nelayan dan pelaut anak buah kapal memperoleh pendapatan lebih rendah, di masa pandemi Covid-19, yaitu turun 50 persen. (Arie Nugroho)
top of page
bottom of page
Comments