Federal Reserve melakukan pembelian sekuritas alias pelonggaran kuantitatif agar pasar finansial tetap berjalan. Tindakan ini juga dilakukan Federal Reserve ketika menghadapi Resesi Hebat (Great Recession) dengan cara membeli triliunan sekuritas jangka panjang. Tujuan Federal Reserve adalah mendorong kelancaran fungsi pasar dan transmisi efektif kebijakan moneter untuk memperluas kondisi finansial dan ekonomi. Dengan demikian, kredit bisa kembali normal.
Untuk membatasi dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap perekonomian AS, Federal Reserve memberikan pinjaman sebesar $2,3 triliun untuk menopang rumah tangga, pengusaha, pasar finansial, pemerintah nasional, dan pemerintah lokal.
“Kami menggunakan pinjaman dalam jangka waktu yang belum ditentukan dan … akan berlanjut untuk menggunakan cara ini secara proaktif hingga kami percaya diri mampu pulih,”ujar Jerome H. Powell, ketua Federal Reserve Board of Governors, seperti dilansir brookings.edu.
Dalam situs federalreserve.gov, Federal Reserve akan membeli setidaknya $500 miliar treasury security dan $200 miliar mortgage-backed securities (MBS) yang dijamin pemerintah. Treasury security adalah surat utang yang dikeluarkan oleh pemerintah AS sedangkan MBS adalah sekuritas jaminan yang didukung hipotek. Di Indonesia, MBS dirintis dalam bentuk Efek Beragun Aset KPR.
Pandemi Covid-19 memukul keras perekonomian dan diprediksi krisis ekonomi selama pandemi jauh lebih dalam dibandingkan krisis sebelumnya. Apa pasal? Ada variabel yang tak bisa diukur, yaitu pandemi itu sendiri.
Untuk itu, krisis akibat pandemi Covid-19 memerlukan solusi yang berbeda daripada krisis sebelumnya. Pun pandemi yang mengubah perilaku konsumen, aktivitas ekonomi dan bisnis, dan peluang usaha.
Dalam wawancara virtual katadata.co.id (10/5/2020) bersama mantan Menteri Keuangan, Muhammad Chatib Basri menyatakan pandemi tidak bisa diganti dengan kebijakan fiskal dan moneter. Meski sudah diberi banyak stimulus, kondisi ekonomi tetap shaky, seperti angka pengangguran dan sektor finansial.
Pada 2008, pelonggaran kuantitatif yang dilakukan Amerika berjalan efektif. Namun, pandemi merupakan variabel tak terkontrol. Jadi, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal tidak selalu berhasil. Terlebih jumlah kematian tinggi selama pandemi Covid-19.
“Amerika sudah keluarkan US$ 2 triliun melalui stimulus unlimited QE, tapi pasar keuangan Amerika tetap tidak membaik. Itu menunjukkan kebijakan moneter dengan fiskal di Amerika tidak seefektif seperti tahun 2008,” ujar ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri.
“Mereka melakukan QE untuk membantu perusahaan. Jadi perusahaan tidak mati di Amerika. Perusahaan diminta mengeluarkan surat utang dan berutang ke bank sentral agar punya likuiditas. Dengan likuiditas itu, perusahaan tidak tutup dan tidak mem-PHK orang. Tujuannya menyediakan life line untuk aktivitas bisnis, bukan sekadar stabilitas di sektor finansial,” Chatib menambahkan
Pilihan Bank Indonesia menambah likuiditas guna menangani Covid-19 dengan cara melakukan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing). Namun, jika BI melakukan pelonggaran kuantitatif dengan mencetak uang tidak akan efektif. Sirkulasi mata uang Rupiah berada di lokal sehingga aktivitas ekonomi tidak berjalan. Kesimpulannya, cetak uang hanya efektif jika ada aktivitas ekonomi.
“Anda menambah pasokan uang sementara produksinya tidak ada. Risiko inflasi tinggi karena jumlah yang yang beredar lebih daripada kebutuhan. Saya berbeda penanganan antara cetak uang dengan QE. Kalau bicara cetak uang, itu bicara mengenai pembiayaan, di mana defisit anggaran di Amerika dibiayai dari bank sentral. Dalam program QE, bank sentral menginjeksi likuiditas cukup besar. Dalam kasus Amerika, itu memungkinkan karena dolar dipakai di seluruh dunia. Karena itu permintaan dolar tinggi. Jadi kalau cetak uang, jumlah barang dengan jumlah uang seimbang.”
Di sini berlaku hukum supply demand. Jika pasokan (supply) barang ditambah, maka harga barang akan turun. Jika pasokan uang ditambah, maka permintaan (demand) tidak naik sehingga harga uang turun. Penurunan harga uang ini disebut inflasi.
“Di dalam konsep yang namanya Keynesian Range, kalau Anda cetak uang maka menambah agregat permintaan. Resource-nya masih banyak sehingga bisa meningkatkan output. Tapi jangan lupa bahwa produksi mengalami penurunan. Jadi uang tidak banyak,” jelas Chatib Basri. (Al-Hanaan)
Foto oleh John Guccione www.advergroup.com dari Pexels
Comments