Utang Pemerintah Sebabkan Kerugian Pertamina, Seberapa Besar?
- MyCity News

- Aug 28, 2020
- 2 min read

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina (Persero) melaporkan kerugian pada semester I-2020 karena kurs Rupiah melemah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini mengatakan harga eceran produk minyak dan gas perusahaan menggunakan mata uang Rupiah. Sedangkan pencatatan laporan keuangan menggunakan Dolar AS.
Di samping itu, pemerintah berutang kompensasi sebesar Rp96 triliun dan subsidi Rp13 triliun yang belum dibayar. Ini semua turut menyumbang 60% kerugian kurs Pertamina.
"Kurs berdampak signifikan karena pembukuan kami fundamentalnya adalah US$. Semua pencatatan dibukukan dalam US$ dan terdampak signifikan oleh piutang kita kepada pemerintah dalam IDR (rupiah)," kata Emma dalam Rapat Denga Pendapat (RDP) dengan anggota Komisi VII DPR RI, Rabu (26/8/2020).
Mengingat kontribusi utang pemerintah dalam rugi perseroan cukup besar, ia berharap pemerintah bisa membayar utang tersebut agar bisa mengurangi rugi kurs perseroan.
"Jadi, dengan dukungan pemerintah yang tadi disampaikan dengan dukungan Bapak Ibu di Komisi VII akan melakukan pembayaran, ini akan sangat membantu kami menekan rugi kurs karena ini magnitude besar. Kami hedging (lindung nilai) di market (pasar) pun tidak ada flow-nya, tidak liquid. Di market, untuk hedging sebagai mitigasi kurs itu untuk currency Rp 100 triliun lebih," terang Emma.
Selain itu, kerugian juga disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dunia pada kuartal II (Q2) sebesar US$19-20 per barel dibandingkan Desember 2019 sebesar US$63 per barel.
"Penurunan harga minyak ini sangat berdampak pada margin di hulu. Padahal margin di hulu menyumbang EBITDA terbesar mencapai 80%," tutur Emma.
Emma menambahkan hal tak kalah penting yaitu penurunan permintaan bahan bakar minyak (BBM) dari masyarakat yang berkontribusi pada kerugian di semester I-2020.
"Kondisi kali ini bahkan lebih berat daripada kondisi krisis keuangan," ujarnya.
Meski demikian, ia tetap optimistis Desember nanti Pertamina akan membukukan laba. Pasalnya, ia melihat ada perbaikan di bulan Juli dan Agustus.
"Kami melakukan prognosa, mudah-mudahan akhir Desember bisa bukukan positif meski tipis, tapi recovery mulai kelihatan," katanya.
Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengatakan kerugian Pertamina disebabkan oleh pandemi Covid-19. Maka dari itu, ia memaklumi kerugian yang dialami Pertamina.
"Secara general, kita bisa memaklumi karena semua perusahaan terdampak (Covid-19)," kata Arifin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rabu (26/8/2020).
Baca Juga: Realisasi Investasi Rp32,39 Triliun, Sektor IKFT Siap Bertransformasi Menuju Industri 4.0Sebagai informasi, Pertamina mencatat kerugian semester I-2020 sebesar US$767,92 juta (Rp11,33 triliun) dengan kurs sebesar Rp14.766/US$. Angka ini turun dibandingkan pencapaian laba bersih sebesar US$659,96 juta pada periode yang sama tahun 2019.
Sementara itu, total penjualan Pertamina turun 19,84% menjadi US$ 20,48 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar US$25,55 miliar. Nilai penjualan dalam enam bulan pertama tahun ini setara dengan Rp302,41 triliun. (Al-Hanaan)
Foto: Itworks



Comments