Nasib Indonesia diramal akan sama dengan negara di dunia yaitu masuk ke jurang resesi akibat Covid-19. Pada kuartal II 2020, produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar -5,32%. Kontraksi diramalkan akan terjadi pada kuartal III 2020 meski tak terlalu dalam.
"Kementerian Keuangan awalnya memperkirakan -1,1% hingga 0,2%. Terbaru, (proyeksi) September memperkirakan -1,7% sampai -0,6%, negative teritory pada kuartal III. Mungkin akan berlanjut pada kuartal IV, tetapi kita usahakan mendekati 0%," kata Sri Mulyani Indrawati, dikutip Senin (5/10/2020).
Pertumbuhan ekonomi anjlok akibat terhentinya aktivitas ekonomi dan pembatasan mobilitas. Warga diharuskan di rumah saja untuk mencegah penularan Covid-19. Padahal, mobilitas merupakan cerminan laju roda perekonomian. Banyak usaha yang mengandalkan keramaian dan kegiatan manusia.
Kebijakan ini dituangkan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020.
Dalam kebijakan itu, Pasal 3 berbunyi PSBB meliputi Peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Seberapa parah dampak resesi di Indonesia?
Resesi merupakan hasil penciutan ekonomi akibat penurunan aktivitas usaha dan rumah tangga. Dari sisi usaha, produksi terganggu karena tak semua karyawan bisa bekerja. Bahkan, pabrik bisa ditutup akibat penularan Covid-19.
Sedangkan dari sisi rumah tangga, permintaan menurun akibat penurunan penawaran. Di sisi lain, daya beli masyarakat menurun karena peningkatan pengangguran. Rumah tangga memilih menyimpan uang dalam bentuk tunai. Ancaman tsunami PHK memaksa orang untuk mengurangi konsumsi.
Bank Indonesia mencatat konsumen mengalokasikan sekitar 20,42% dari pendapatan untuk tabungan pada Agustus 2020. Presentase ini tertinggi sejak Desember 2018.
Di tengah ketidakpastian ekonomi, menabung justru berdampak buruk pada ekonomi. Uang menumpuk di bank dan sangat sedikit yang berputar di sektor riil.
Akibatnya, tingginya tabungan hanya akan memperburuk resesi. Semakin banyak pengusaha gulung tikar dan semakin banyak karyawan yang dirumahkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan laporan Analisis Hasir Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha. Dalam laporan itu, sebanyak 83% dari 34.559 unit usaha mengalami penurunan pendapatan.
Laporan BPS merinci penurunan pendapatan pelaku usaha mikro kecil (UMK) sebanyak 84,2%. Sementara itu, pelaku usaha menengah besar (UMB) sebanyak 92,92%.
Penurunan permintaan membuat pengusaha memutus hubungan kerja karyawan demi efisiensi.
"Sekarang jumlah pengangguran tambah hari tambah naik. Kita punya pengangguran sekarang 7 juta existing, angkatan kerja 2,5 juta, dan sekarang korban PHK ada 7 juta. Jadi sekarang ada 16,5 juta," jelas Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). (Al-Hanaan)
Image by Peter Stanic from Pixabay
Comments