top of page

Optimistis! Jokowi Yakin Ekonomi Nasional Tumbuh 4,5%-5,5% Tahun Depan

  • Writer: MyCity News
    MyCity News
  • Aug 17, 2020
  • 2 min read


Presiden Joko Widodo (Jokowi) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 4,5% hingga 5,5% pada tahun depan.


Hal ini diungkapkan oleh Presiden Jokowi saat menyampaikan keterangan pemerintah atas RUU APBN Tahun Anggaran 2021 beserta Nota Keuangannya di ruang sidang MPR RI, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Berbagai ahli dan analis menanggapi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan.


"Pemerintah mengambil asumsi pertumbuhan asumsi optimis dengan catatan tahun depan ekonomi masih bergantung pada belanja pemerintah. Kecepatan belanja pemerintah menjadi faktor penting tahun depan," kata David Sumual, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia (BCA).


Menurut David, pemerintah harus menerapkan cash for work (padat karya) agar menyerap tenaga kerja dan mengarahkan kredit ke sektor yang mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi.


Inflasi diproyeksikan tetap di level 3% pada tahun depan dengan tujuan menjaga daya beli masyarakat.


"Kami tidak ingin ekonomi kita mengalami pertumbuhan rendah dan inflasi rendah yang negara lain yang mengalami liquidity trap. Kami ingin inflasi yang tidak memberatkan daya beli tetapi juga jangan terlalu rendah," ujar David.

Di sisi lain, ekonom senior INDEF Aviliani mengatakan pemulihan ekonomi nasional membutuhkan waktu yang lama. Bahkan, tahun depan masih ada ketidakpastian global karena banyak negara belum mengalami gelombang kedua Covid-19.


Lebih lanjut, Aviliani menyarankan pemerintah untuk mempertahankan perusahaan yang ada agar tidak sampai tutup.


Aviliani menyarankan pariwisata sebagai sektor andalan karena bisa menghidupkan 10 sektor di bawahnya.


"Hal ini jadi fokus utama tahun depan dan satu lagi penguatan reformasi birokrasi. Tahun ini anggaran cukup banyak, tapi realisasi belum, dan ini menjadi PR tahun depan terutama setelah ada komite (Komite Penanganan Covid-19 dan PEN) fungsinya kan harus ada masukan percepatan," terang Avilliani.


Kondisi terkini membuat kebutuhan pangan masyarakat yang di-PHK semakin banyak. Aviliani memandang masalahnya adalah data penyaluran bantuan subsidi gaji bagi pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta.


"Kalau mau data BPJS (BPJS Ketenagakerjaan/BPJAMSOSTEK), harus hati-hati karena seringkali perusahaan melaporkan kepada BPJS hanya gaji pokok. Jangan-jangan nanti ada yang lebih dari Rp 5 juta juga dapat," jelas Aviliani.

Bagi Aviliani, masalah data bisa diatasi dengan single identity number melalui e-KTP. Sayangnya, setiap kementerian mempunyai data sendiri. Terlebih, angka kemiskinan dari 15 juta orang meningkat menjadi 4 juta orang hingga 6 juta orang yang mungkin belum diketahui.


"Jadi kemungkinan mereka yang tidak mendapatkan tepat waktu data ini belum jelas, maka harus melibatkan pemda yang lebih tahu daerahnya. Harus ada anggaran pusat yang bisa didelegasikan ke daerah," tandas Aviliani. (Al-Hanaan)


Image by Tumisu from Pixabay



Comments


bottom of page