top of page

Discovering Ability, Hobi Baru Orang Tua

  • Writer: MyCity News
    MyCity News
  • May 22, 2020
  • 2 min read

Updated: May 23, 2020




Saya ingin mengajak semua orangtua mempunyai hobi baru, yaitu menjelajah kemampuan anak, meskipun sekecil debu. Bahasa lainnya adalah ‘Discovering Ability’. Maksudnya adalah selalu memberi pengalaman-pengalaman positif kepada anak kita kala anak kita mengalami momen-momen spesial dalam kesehariannya. Biasanya ‘Discovering Ability’ dapat disampaikan kepada anak kita dalam berbagai bentuk. 


Pertama, ketika anak kita melakukan perbuatan baik. Maka berikanlah apresiasi. Jangan ditunda. Anak kita yang masih kecil, sudah bisa menutup pintu dan jendela rumah kita. Maka langsung kita beri apresiasi. Pujilah perbuatannya, yaitu sudah bertanggungjawab atas keamanan rumah. Pada alam bawah sadarnya, anak kita langsung terbentuk konsep diri (self image) ‘aku bertanggungjawab’.


Kedua, ketika anak kita melakukan kesalahan yang disengaja atau tidak. Tolong jangan langsung memarahi. Namun tegurlah dengan mencari penyebab utama terjadinya kesalahan tersebut. Jika sudah ketemu, maka jadikan penyebab utama itu menjadi sasaran kesalahan (kambing hitam), sehingga anak kita akan berpikir bahwa setiap kesalahan pasti punya penyebab dan penyebab itulah yang harus dihindari. 


Contoh kesalahan yang tidak disengaja adalah memecahkan vas bunga dari kristal berharga mahal. Sampaikan dengan teguran positif, contohnya:  


“Lantainya licin ya, lain kali hati-hati kalau melangkah dan bawa vas.”

“Tangannya basah ya. Harus dikeringkan dulu ya kalau mau pegang vas.”


Banyak orang tua mengatakan kepada saya, bahwa teguran di atas tidak memberikan efek jera kepada anak. Dan anak yang memecahkan vas tersebut seharusnya dimarahi, dibentak, atau bahkan dipukul. Menurut saya, orang tua tersebut kurang bersabar saja. Dan buru-buru melakukan ‘discovering disability’. Padahal yang membedakan dua pendekatan itu adalah timbulnya konsep diri (self image) dalam kepribadian anak. Anak yang sering dimarahi, biasanya mempunyai konsep diri negatif. Anak akan berkata kepada dirinya sendiri bahwa “aku nakal”, “aku lemah”, “aku lamban”, dan lain-lain. 


Studi yang dilakukan oleh Elizabeth Gershoff dari The University of Texas menemukan bahwa semakin sering anak-anak dipukul saat kecil, semakin besar kemungkinan mereka akan menentang orang tua dan menunjukkan perilaku anti sosial saat dewasa. Menurut Gershoff dan timnya, memukul anak berisiko meningkatkan agresi, serta menimbulkan masalah pada perkembangan kesehatan mental dan kognitif anak. Bahkan anak yang sering dimarahi atau dipukul, akan mengulangi perbuatan buruknya lagi dalam kurun waktu 24 jam. Malah tidak menimbulkan efek jera.


Ketiga, ketika anak kita mampu membuat sebuah karya. Apapun itu, maka segera lakukan discovering ability dengan memberikan apresiasi positif atas terciptanya sebuah karya. Jangan didiamkan ketika anak menunjukkan hasil karyanya. Apalagi melecehkan hasil karya anak yang disebabkan bentuknya kurang bagus atau sebab lain. Terus beri semangat anak untuk berkarya lagi.


Ayo para orangtua, munculkan hobi baru yaitu discovering ability ketika anak kita melakukan perbuatan baik, melakukan kesalahan, dan kala dia berkarya. Insyallah kita menjadi orantua yang dicintai anak kita. Menjadi orangtuanya manusia. Mau tahu langkah berikutnya menjadi orangtua hebat.  Ikuti artikel berikutnya.


Munif Chatib, Pendiri School Of Human Cibubur

Comentários


bottom of page