Banyak orangtua kebingungan menghadapi perilaku anak seperti melawan orangtua, melakukan perundungan pada kawannya, bahkan melakukan kekerasan.
Sebenarnya tak butuh waktu lama untuk mengenal potensi anak. Potensi anak dapat diamati dari aktivitas sehari-hari yang sepele.
Masa karantina di rumah pasti punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama keluarga. Tentu orang tua punya kesempatan untuk mengenal anak dan menanamkan citra baik tentang dirinya.
“Discovering ability maksudnya adalah selalu memberi pengalaman-pengalaman positif kepada anak kala mengalami momen spesial dalam kesehariannya,” terang Chatib.
Menurut Munif Chatib, orangtua bisa menjelajah kemampuan anak (discovering ability) melalui tiga hal, yaitu melalukan perbuatan baik, melakukan kesalahan, dan kala anak berkarya.
Kala anak berbuat baik, berilah apresiasi.
“Ketika anak menutup pintu dan jendela rumah, artinya ia bisa bertanggung jawab atas keamanan rumah. Pujilah perbuatannya. Pada alam bawah sadarnya akan terbentuk konsep diri (self image): aku bertanggung jawab,” jelas Chatib.
Kala anak berbuat salah, tegurlah dengan mencari penyebab utama kesalahan. Jadikan penyebab utama itu kambing hitam sehingga anak berpikir tiap kesalahan ada penyebab. Penyebab itulah yang harus dihindari.
Misalnya, anak memecahkan vas bunga. Berilah teguran positif.
“Lantainya licin ya. Lain kali hati-hati kalau melangkah dan bawa vas.” Atau “Tangannya basah ya. Harus dikeringkan dulu ya kalau mau pegang vas,” terang Chatib.
Kala anak berkarya, lakukan discovering ability dengan cara memberikan apresiasi positif.
“Ketika anak menunjukkan hasil karyanya, jangan didiamkan apalagi melecehkan hasil karya anak. Beri semangat anak untuk berkarya lagi,” ujar Chatib.
Banyak orangtua yang berpikir teguran halus tidak akan mempan. Bukannya membuat anak jera, anak justru akan melunjak.
Alih-alih mendidik secara halus, orangtua justru melakukan kekerasan baik verbal maupun fisik. Harapannya, dengan kekerasan anak bisa berdisiplin padahal sebaliknya.
“Menurut saya, orangtua tersebut kurang bersabar saja. Dan buru-buru melakukan ‘discovering disability’. Padahal yang membedakan dua pendekatan itu adalah timbulnya konsep diri (self image) dalam kepribadian anak. Anak yang sering dimarahi, biasanya mempunyai konsep diri negatif,” kata Chatib.
Elizabeth Gershoff dari Universitas Texas melakukan kajian. Ia menemukan bahwa anak yang sering dipukul saat kecil, besar kemugkinan akan menentang orangtua dan menunjukkan perilaku anti sosial saat dewasa. Memukul anak meningkatkan agresivitas, menimbulkan masalah pada kesehatan mental, dan kognitif anak.
“Ayo lakukan hobi baru yaitu discovering ability. Kita akan menjadi orangtua yang dicintai anak kita. Menjadi orangtuanya manusia,” tutupnya. (Al-Hanaan)
Comments