top of page

Jadi Andalan Masa Depan, Menteri ESDM Sebut Enam EBT Potensial

  • Writer: MyCity News
    MyCity News
  • Aug 12, 2020
  • 2 min read

ree

Negara di dunia, terutama India melakukan berbagai antisipasi dalam mengembangkan EBT. Energi Baru Terbarukan (EBT) memang penting untuk mengantisipasi krisis ekonomi dan krisis energi.


Tak heran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menekankan pentingnya akselerasi pemanfaatan EBT.

"India sudah melakukan banyak program dan komitmen mereka untuk melakukan reformasi di sektor energi itu besar. Ini tentu saja ke depan akan mengurangi konsumsi gas dan juga konsumsi batubara. Kita tahu Indonesia banyak mengekspor batubara ke India sehingga membutuhkan suatu pemikiran ke depan bagaimana memanfaatkan energi kita," kata Arifin dalam diskusi daring "Transformasi Melintasi Batas Energi, Tetap Optimis di Tengah Krisis" di Jakarta, Senin (10/8/2020).


Salah satu sumber EBT yang bisa dikonversi sebagai listrik adalah bioenergi. Sumber energi tersebut berpotensi 32,6 Giga Watt (GW). Saat ini, potensi energi baru terealisasi sebesar 5,8% atau 1.895,7 Mega Watt (MW).


"Bioenergi sangat penting ke depan, terutama nanti kalau minyak habis, gas sedikit. Bioenergi ini adalah salah satu andalan kita. Kita jangan berpikir sekarang, tapi ke depan pada saat minyak mahal, kita akan memanfaatkan bioresources ini," kata Arifin.

Salah satu bukti keberhasilan pengembangan bioenergi adalah peresmian pabrik katalis merah putih di Bandung. Sebagai pabrik katalis pertama di Indonesia sejak 1982 oleh ilmuwan Institut Teknologi Bandung (ITB).


Harapannya, pabrik itu bisa memenuhi kebutuhan industri pengilangan minyak, kimia dan petrokimia, serta industri energi.


Jenis EBT lain yang potensial adalah panas bumi (23,9 GW), angin (60,6 GW), air (75 GW), matahari (207,8 GW), dan samudera.


"Samudera, ocean resources kita punya potensi hampir 18 GW tapi masih 0%, belum termanfaatkan," ucap Arifin.


Saat ini, Kementerian ESDM sedang mengembangkan uji coba (pilot project) energi samudera di beberapa lokasi untuk menghitung keekonomian proyek listrik dari energi laut ini.


"Ada beberapa lokasi kita lakukan uji coba. Kita lakukan uji coba, pilot dulu, untuk bisa meningkat kalau sudah bisa menghitung keekonomiannya," ungkap Arifin.

Lebih lanjut, Arifin memaparkan dua teknologi teknologi yang sedang dikaji dan diuji coba untuk memanfaatkan energi samudera menjadi listrik.


Pertama, teknologi gelombang laut. Penggunaan teknologi gelombang laut melalui Oscillating Water Column (OWC) berpeluang ditempatkan di perairan selatan Enggano. Sedangkan penggunaan heaving device berpotensi di wilayah Mentawai.


Kedua, teknologi energi panas laut atau Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) di perairan Bali Utara.


Balitbang ESDM pun sudah melakukan feasibilty study (FS). FS tersebut dilakukan pada teknologi arus laut di Selat Alas antara Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, Selat Sape (antara Pulau Sumbawa dan Pulau Komodo), dan Selat Pantar (antara Pulau Pantar dan Pulau Alor).

Dalam Paris Agreement, Indonesia menargetkan bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025. Untuk itu, Indonesia melakukan tindakan mitigasi seperti pengalihan anggaran subsidi bahan bakar ke kegiatan produk produktif seperti infrastruktur.


"Kita juga akan melaksanakan pemanfaatan waste to energy. Komitmen kita di sektor energi itu menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314-398 juta ton CO2 pada tahun 2030. Bagaimana bisa memanfaatkan sumber-sumber yang ada di dalam negeri yang potensinya masih besar ini," pungkas Arifin. (Al-Hanaan)




Comments


bottom of page