Demi Listrik Murah, Pemerintah Siapkan Kompensasi Biaya Eksplorasi Panas Bumi
- MyCity News

- Jul 30, 2020
- 2 min read
Updated: Aug 1, 2020

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menyusun skema insentif berupa biaya penggantian (reimbursement cost) untuk aktivitas eksplorasi dan pengembangan infrastruktur panas bumi lainnya. Tak heran, pengembangan listrik panas bumi memiliki risiko dan investasi yang tinggi. Selama ini, kendala pengembangan sektor panas bumi adalah harga jual listrik yang mahal.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, F.X. Sujiastoto mengatakan pemberian kompensasi bertujuan agar harga jual listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) lebih terjangkau.
"Pemerintah memberikan insentif dan kompensasi sehingga harga EBT di masyarakat itu terjangkau, namun keekonomian bagi pengembang masih tercapai. Misalnya di panas bumi, untuk mengurangi risiko itu ada insentif dan kompensasi agar harga di PLN lebih baik. Biaya eksplorasi dan tax holiday itu akan diberikan," kata Sutijiastoto pada Selasa (28/7/2020).
Bagi Sutijastoto, jika skema insentif diterapkan, maka biaya produksi listrik bisa ditekan dan iklim investasi semakin kondusif. Ini akan berdampak baik bagi daya beli masyarakat.
"Jika diterapkan ini bisa terjangkau bagi masyarakat dan risiko (investasi) panas bumi bisa murah dan (pengembang) bisa akses dana yang lebih murah," ujarnya.
Di sisi lain, harga panas bumi akan menurun menjadi USD2,5 hingga USD4 sen per kilo Watt hour (kWh).
Ke depannya, skema insentif akan masuk dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pembelian listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pemerintah akan mengembalikan biaya operasi yang dikeluarkan pengembang dalam kegiatan eksplorasi wilayah kerja (WK) panas bumi.
Untuk memuluskan implementasi skema insentif, Direktorat Jenderal EBTKE akan membentuk tim pengawasan dan pengolahan bersama Badan Geologi dan akademisi.
"Untuk mengawasi itu, kita ada tim teknis dari Ditjen EBTKE, Direktorat Panas Bumi bekerjasama dengan Badan Geologi. Nanti kita juga di backup tenaga ahli profesional dari perguruan tinggi setempat, misalnya UI, ITB," jelas Sutijastoto.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan juga sudah menyetujui usulan skema insentif untuk pengembangan listrik EBT secara umum, maupun kompensasi eksplorasi bagi listrik panas bumi. Dana insentif biaya eksplorasi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Alhamdulillah kita sudah komunikasi dengan Kemenkeu, BKF sudah memberikan green line untuk insentif-insentif ini," ungkap Sutijastoto.
Baca Juga: Pangkas Biaya Listrik Hingga 100%, Rida: Untuk Masyarakat yang Terdampak, Negara Harus Hadir
Sembari mempercepat pemanfaatan EBT, pemerintah tengah menyiapkan berbagai regulasi pendukung. Potensi listrik EBT Indonesia sebesar 442 Gigawatt (GW) dan baru terimplementasi sebesar 2,4% atau 10,4 GW.
Sedangkan potensi panas bumi Indonesia mencapai 23,9 Giga Watt (GW) dan sudah terealisasi produksi listrik hingga Mei 2020 sebesar 8,17% atau 6.494 Giga Watt hour (GWh). (Al-Hanaan)



Comments