Covid-19 sebagai pandemi global. Seluruh dunia terdampak oleh pandemi ini, termasuk Indonesia. Lantas, bagaimana nenek moyang melalui naskah masa lalu menghadapi pandemi virus?
Prof. Dr. Oman Fathurahman, M Hum, seorang profesor fisiologi FAH UIN, Jakarta, memaparkan bahwa pandemi pernah menimpa Eropa dan Timur Tengah pada abad ke-14 dalam Seminar Webinar berjudul Etnografi dan Pandemi: Covid-19 dalam Percakapan Antropologi, Senin (18/5/2020). Dia kemudian mencoba menggali perilaku dan ritual masyarakat abad pertengahan saat pandemi dan dalam manuskrip kuno.
Menurut manuskrip ritual keagamaan muslim Kairo dan Damaskus pada masa pandemik Abad ke-14, ada lima hal yang dilakukan. Pertama, prosesi pemakaman masal. Kemudian, doa bersama dengan bacaan tertentu. Ketiga, penutupan rumah ibadah, termasuk masjid. Keempat, membaca kitab Bukhari secara masal. Terakhir, puasa berjamaah, seperti bulan Ramadhan.
"Kala itu, ada penutupan rumah ibadah di Kairo. Bahkan, kala itu tidak ada adzan. Tradisi di masyarakat Arab ketika ada wabah adalah mereka membaca kitab hadist Bukhari pada saat wabah dengan tujuan mengharapkan barokah," ujarnya.
"Puasa berjamaah. Para tokoh agama mengajak berpuasa selama tiga hari. Mereka berdoa, menangis, dan berkerumun di jalan. Tetapi, doa bersama membuat kematian semakin banyak. Jadi ini pelajaran bersama bagi kita," dia menambahkan.
Dia kemudian menjelaskan sikap dan respons muslim abad pertengahan terhadap wabah. Kala itu, mereka sudah mulai yakin bahwa wabah bisa dijelaskan secara medis, yaitu disebabkan polusi udara, kutu, tikus, darah kotor.
Sama seperti saat ini, kala itu juga ada perdebatan terkait wabah. Pertama, perdebatan mengenai wabah adalah rahmat bagi muslim dan hukuman bagi orang kafir. Kemudian, perdebatan apakah harus lari dari wilayah wabah atau tetap bertahan. Terakhir, perdebatan tentang tak ada penyakit menular dan wabah merupakan kehendak Tuhan.
"Pada zaman Sayyidina Umar bin Khattab ada perdebatan apakah harus lari dari wilayah wabah atau bertahan. Namun, mereka memutuskan untuk bertahan. Pada abad ke-14 para ulama sepakat bahwa ada penyakit menular. Teologi Asy'ariyah lebih berperan kala itu," dia menambahkan.
Ada pula terapi tradisional untuk menghadapi wabah pada tahun 1369 melalui manuskrip dari Ibnu Khatimah:
1. Selalu menghirup udara segar
2. Tinggal menghadap ke arah utara dan dikelilingi wangi-wangian bunga
3. Rumah disemprot air bunga mawar dicampur cuka
4. Mengolesi wajah dan tangan dengan citron, lemon, dan sari bunga mawar segar
5. Membakar kayu cendana wangi dan kayu gaharu. (Arie Nugroho)
top of page
Search
bottom of page
Comments