top of page

Berpotensi Ekspor Listrik ke Singapura, Apa Saja Keuntungan Bangun PLTN?

  • Writer: MyCity News
    MyCity News
  • Aug 14, 2020
  • 2 min read

ree

Pemerintah menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 31% pada 2050. Target ini bisa tercapai melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).


Demikian pernyataan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Ristek/BRIN), Bambang Brodjonegoro dalam diskusi daring bersama Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI), Kamis (13/8/2020).

"Untuk bisa sampai 31% pada 2050 berarti PLTN harus ada. Apalagi PLTN memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sumber EBT lainnya," kata Bambang.


Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, bauran EBT mencapai 9,15% per 2019. Sementara target untuk 20205 sebesar 23%.


Menurut Bambang, butuh pembangunan pembangkit listrik berskala besar dan tidak bersifat musiman seperti sumber EBT lain untuk mencapai bauran EBT 31%.


Lebih jauh, Bambang mencontohkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). PLTA bersifat musiman karena tak semua waduk memiliki sumber air besar.


Ia juga membandingkan iklim Indonesia dengan Timur Tengah yang lebih terik sinar mataharinya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Bagi Bambang, satu-satunya energi yang bisa menggantikan bahan bakar minyak (BBM) dan gas adalah nuklir. Dari sisi pembangkit, satu unit PLTN bisa mengalirkan listrik untuk 1,6 juta rumah.


Dari sisi pengurangan emisi karbon, satu pembangkit nuklir bisa mengurangi 9 juta ton emisi karbon dioksida per tahun atau setara dengan emisi karbon dioksida 2 juta mobil.


Dari sisi penyerapan tenaga kerja, dua reaktor PLTN 3,2 Giga Watt (GW) bisa menyerap 25.000 tenaga kerja.


Wacana pembangunan PLTN sudah dimulai sejak 1960-an dan berjalan di tempat. Masyarakat masih takut akan radiasi nuklir.


"Indonesia yang rawan gempa bumi ini sering menjadi isu keberadaan PLTN, kecuali kita bisa mengajukan penggunaan teknologi yang terbukti dan aman," ungkap Bambang.

Selain uranium, Bambang mengusulkan penggunaan bahan baku thorium untuk PLTN. Terlebih limbah thorium bisa digunakan kembali.


Dengan kehadiran PLTN, Indonesia berpotensi mengekspor listrik ke Singapura. Kontrak impor gas Singapura dari Indonesia berakhir pada 2022/2023 dan Singapura berkomitmen untuk menggunakan sumber energi bersih. Peluang ini bisa diambil oleh Indonesia untuk membangun PLTN di Kalimantan atau Bangka Belitung.


Untuk mewujudkan itu semua, pembangunan PLTN harus dipertegas dalam kebijakan energi nasional dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.


"Kita harus diskusikan bersama. Saat ini belum ada dukungan penuh dari para pemangku kepentingan," kata Bambang.

Terakhir, Bambang menjelaskan pemanfaatan nuklir dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 -2024 yang tak hanya untuk listrik. PLTN dapat berupa dimanfaatkan untuk pangan, lingkungan, kesehatan, material maju, industri hankam, SDM, dan energi. (Al-Hanaan)


Foto: Pixabay


Comments


bottom of page