top of page

Akibat Modernisasi, Kerajaan Arab Saudi Ternyata Pernah Hampir Dikudeta

  • Writer: MyCity News
    MyCity News
  • Sep 13, 2020
  • 3 min read


Pemerintah Arab Saudi melakukan penangkapan terhadap sejumlah ulama, satu di antaranya adalah qari Sheikh Abdullah Basfar. Alasan penangkapan Basfar adalah karena kritiknya terhadap putra mahkota yang hendak memodernisasi Arab Saudi.


Kabar itu dikonfirmasi oleh Prisoners of Conscience di Twitter pada Jumat (4/9/2020). Meski baru mengonfirmasi kabar itu, namun Prisoners of Conscience mengatakan jika penangkapan Sheikh Abdullah telah terjadi sejak Agustus.


Lembaga itu tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang bagaimana dan di mana Sheikh Abdullah dia ditangkap, juga soal alasan penangkapannya.


Baca Juga:


"Kami mengkonfirmasi penahanan Syekh Dr Abdullah Basfar sejak Agustus 2020," tulis akun Prisoners of Conscience, sebagaimana dikutip dari MEMO.


Sheikh Abdullah adalah seorang profesor di departemen Sharia dan Islamic Studies di King Abdul Aziz University di Jeddah. Ia juga merupakan mantan Sekretaris Jenderal Organisasi Kitab dan Sunnah Dunia.


Laporan tentang penahanan Sheikh Abdullah bertepatan dengan laporan tentang penahanan Syekh Saud Al-Funaisan, yang ditangkap pada bulan Maret.


Al-Funaisan adalah seorang profesor universitas dan mantan dekan fakultas Syariah di Universitas Al-Imam di Riyadh.


Arab Saudi Pernah Dikudeta Akibat Modernisasi


Jauh sebelum kasus ini mencuat, Arab Saudi ternyata pernah dikudeta untuk menggulingkan pemerintahan kerajaan. Peristiwa itu terjadi pada 20 November 1979. Demikian dilansir dari BBC, Minggu (13/9/2020).


Kala itu, 50 ribu orang Islam dari seluruh dunia berkumpul untuk salat Subuh di halaman besar yang mengelilingi Ka'bah di Mekah.


Di antara mereka, berbaur 200 pria yang dipimpin oleh seorang pengkhotbah karismatik berusia 40 tahun bernama Juhayman al-Utaybi. Dia adalah tentara Saudi yang tak puas terhadap sistem monarki Saudi.


Horor upaya perebutan kekuasaan itu dimulai dengan penempatan peti mati tertutup di tengah halaman, suatu tradisi mencari berkah untuk orang yang baru meninggal. Ketika peti mati dibuka, mereka mengeluarkan pistol dan senapan, yang dengan cepat didistribusikan kepada para pria.


Salah satu dari mereka mulai membaca pidato yang sudah dipersiapkan: "Rekan-rekan muslim, kami mengumumkan hari ini kedatangan Mahdi... yang akan memerintah dengan keadilan dan keadilan di bumi setelah dipenuhi dengan ketidakadilan dan penindasan."


Bagi para peziarah yang berada halaman, ini adalah pengumuman yang luar biasa. Imam Mahdi ialah seorang juru selamat umat Islam yang diramalkan dalam hadis Nabi Muhammad. Mahdi sang penyelamat yang dimaksud ialah Mohammed bin Abdullah al-Qahtani.


Dalam rekaman audio pidato, Juhayman terdengar menginterupsi pembicara dari waktu ke waktu untuk mengarahkan orang-orangnya menutup gerbang masjid dan mengambil posisi sebagai penembak jitu di menara tinggi, yang kala itu mendominasi Kota Mekah. Hanya dalam satu jam pengambilalihan yang berani itu selesai.


Kelompok bersenjata tersebut akhirnya memegang kendali penuh atas Masjid al-Haram, memunculkan tantangan langsung kepada otoritas keluarga Kerajaan Saudi.


Mereka yang menduduki Masjidil Haram itu adalah kelompok ultrakonservatif muslim Sunni bernama Al-Jamaa al-Salafiya al-Muhtasiba (JSM). Mereka mengutuk apa yang disebut degenerasi nilai sosial dan agama di Arab Saudi.


Dibanjiri dengan uang dari bisnis minyak, saat itu Saudi secara perlahan berubah menjadi masyarakat konsumerisme. Mobil-mobil dan alat elektronik menjadi hal yang biasa. Negara ini mulai mengenal urbanisasi dan beberapa pria dan perempuan religius mulai bercampur di publik.


Sayangnya, kepemimpinan Saudi bereaksi lamban terhadap perebutan Masjid al-Haram. Putra mahkota Fahd bin Abdulaziz al-Saud saat itu berada di Tunisia untuk menghadiri KTT Liga Arab dan Pangeran Abdullah, kepala Garda Nasional--pasukan keamanan elite yang bertugas melindungi para pemimpin Kerajaan--berada di Maroko.


Insiden itu kemudian diserahkan kepada Raja Khaled dan Menteri Pertahanan Pangeran Sultan, yang sedang sakit, untuk mengoordinasi keadaan. Baku tembak pun sempat terjadi antara polisi Saudi dan para pemberontak. Namun, pada akhirnya gerakan ini bisa dikalahkan oleh para tentara keamanan Arab Saudi. Korban pun bergelimpangan. (Arie Nugroho)






Comments


bottom of page